Di pinggir jalan kau berdiri cemberut sambil makan gorengan
teman pengamen menyanyikan lagu begitu merdu hingga
air mataku berlinang saat mengunyah kacang.
Kupersembahkan caci maki bagi pemerintah, anggota dewan,
koruptor, sistem ekonomi, nasib sial, orang-orang kaya,
orang-orang brengsek, orang-orang jelek
siapapun selain aku dan orang-orang sepertiku.
Kami orang teraniaya melebihi Cinderella.
Standar hidup buruk, harga-harga mahal, uang tidak cukup.
Istri yang bersungut, kata-kata sengit menyulut.
Maka kugubah lagu-lagu protes dengan sedikit mabuk,
amarah kata-kata, kepulan asap daun ganja.
Ketimpangan, ketidak-adilan adalah suara lantangku.
Kesombongan juga hinggap di penumpang Bis ini
mereka tak perduli nyanyianku, orang malangku.
Kusandang gitar turun. Apa yang bisa aku ubah, Cinderella?
Aku mengumpat karena di luar hujan , semua sumpah-serapah.
Seorang cacat menyeberang jalan, wajahnya berbinar gembira.
Apa yang disyukurinya? heranku. Dasar orang bodoh.
teman pengamen menyanyikan lagu begitu merdu hingga
air mataku berlinang saat mengunyah kacang.
Kupersembahkan caci maki bagi pemerintah, anggota dewan,
koruptor, sistem ekonomi, nasib sial, orang-orang kaya,
orang-orang brengsek, orang-orang jelek
siapapun selain aku dan orang-orang sepertiku.
Kami orang teraniaya melebihi Cinderella.
Standar hidup buruk, harga-harga mahal, uang tidak cukup.
Istri yang bersungut, kata-kata sengit menyulut.
Maka kugubah lagu-lagu protes dengan sedikit mabuk,
amarah kata-kata, kepulan asap daun ganja.
Ketimpangan, ketidak-adilan adalah suara lantangku.
Kesombongan juga hinggap di penumpang Bis ini
mereka tak perduli nyanyianku, orang malangku.
Kusandang gitar turun. Apa yang bisa aku ubah, Cinderella?
Aku mengumpat karena di luar hujan , semua sumpah-serapah.
Seorang cacat menyeberang jalan, wajahnya berbinar gembira.
Apa yang disyukurinya? heranku. Dasar orang bodoh.
Bekasi, 7 Mei 2013